CHAPTER 7
Creak–.
Aku merasakan tatapan tajam mulai dari aku memegang gagang pintu sampai saat aku mau keluar ke aula.
Aku merasa sedikit lega setelah mengetahui reaksi Duke barusan berbeda dengan saat aku pertama kali masuk ke ruang kerjanya.
Tapi, aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.
Lagipula Duke bukanlah karakter yang perlu aku naikkan tingkat ketertarikannya, dan aku tidak akan bertemu dengannya lagi sampai hari upacara kedewasaanku.
Clack, aku membukan pintu dengan perlahan dan keluar.
Lalu tiba-tiba.
"Aku yakin kalau aku sudah bilang padamu agar hidup sesenyap mungkin tanpa membuat keributan apapun."
"Gasp."
Seseorang berbicara dengan nada yang sangat dingin.
Aku langsung berbalik saking kagetnya.
Di balik bayang-bayang aula berdirilah seseorang dengan posisi seola-olah memancarkan ketidaksukaan.
Di bayang-bayang itu aku juga melihat sebuah kata-kata berwarna putih berkilau bertuliskan [Ketertarikan 0%].
Lalu mulai nampak rambut hitam dan mata biru dari sosok tadi.
Ternyata itu adalah Derrick, putra sulung si Duke.
"Emily."
"..."
"Dia adalah pelayan setia yang sudah melayani keluarga ini selama 10 tahun."
Drap, Drap. Derrick mulai keluar dari balik bayang-bayang.
Dengan kaki panjangnya dia hanya butuh waktu singkat untuk bisa sampai tepat di depanku dari ujung aula.
Dia menatapku dengan aura tajam yang terpancar dari matanya. Seolah-olah seperti sedang melihat sampah.
Padahal aku tidak salah apa-apa tapi aku tetap saja gemetaran melihat kebencian dan rasa jijik yang terpancar dari matanya itu.
"Tidak ada yang mau menjadi pelayan pribadimu meski kami bilang akan membayar mahal. Dan pada akhirnya, dan hanya Emily lah satu-satunya yang bersedia."
"..."
"Dan kurasa sepertinya mulai hari ini dia tidak akan lagi melayanimu. Kamu jadi gila dan mengusir satu-satunya pelayanmu itu, kamu ini memang tidak sadar diri ya."
Aku ingin berteriak karena ketidakadilan yang kuterima ini.
Sejak kapan aku jadi gila dan mengusir si pelayan sialan itu? Yang jadi gila itu saudara mu yang berambut merah muda itu.
'Aku tidak gila ya, malahan aku hampir mati karena dipaksa memakan makanan sampah itu.'
Aku rasanya ingin berteriak karena saking kesalnya dengan situasi ini.
Tapi aku mengurungkan niatku itu setelah melihat [Ketertarikan 0%] di atas kepala Derrick.
Aku menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diriku.
'Ketertarikan 0%. 0%....'
Aku merasa lelah karena pembicaraan dengan Duke sebelumnya.
Dan juga karena aku terlalu fokus untuk mematikan fungsi pilihan sebelumnya, aku jadi lupa adegan yang terjadi setelah adegan pertemuanku dengan si Duke.
Karena itulah aku memutuskan untuk menyalakan fungsi pilihan lagi.
'MENYALAKAN fungsi pilihan'
1. Ha! Jangan-jangan kamu marah karena si pelayan itu jadi penghangat ranjangmu tiap malam, huh?
2. Dia pantas diusir karena perbuatannya sudah melampaui batas.
3. (Cuma menatap Derrick tanpa berkata apa-apa).
Setelah melihat pilihan yang muncul, aku rasanya ingin berteriak sekeras-kerasnya.
<SISTEM> Apakah anda ingin [MEMATIKAN] Fungsi Pilihan?
[Iya/Tidak].
Aku dengan cepat memilih [Iya].
Kalau aku memilih salah satu dari tiga pilihan tadi, aku akan langsung masuk ke liang lahat.
Sepertinya semua hal tadi memakan cukup banyak waktu dan karenanya tatapan Derrick jadi semakin dingin padaku.
"Ha. Sepertinya kata-kataku cuma dianggap anging lewat saja ya."
Mau tidak mau akupun mulai bicara.
"Aku minta maaf karena sudah menimbulkan keributan."
Berapa kali lagi aku harus meminta maaf atas kesalahan yang tidak kuperbuat?
Aku juga masih punya harga diri, aku juga masih punya rasa malu dan jijik melakukan hal ini yang layaknya seorang budak.
Meski begitu jika dengan begini aku bisa bertahan hidup, aku tidak keberatan melakukannya.
Lagipula orang-orang ini semua hanyalah karakter gim semata.
Si jalang itu mencakarku sampai-sampai meninggal bekas luka, Kakak! Ayah!
Dan tentu saja setelahnya perempuan jalang itu memohon-mohon seperti seorang pengemis.
Aku berkali-kali minta maaf sebelum akhirnya aku kabur dan hidup sendiri di kehidupanku yang sebelumnya.
Situasi ini sama seperti saat itu.
Di kehidupanku yang sebelumnya, situasiku tidak seperti sekarang yang mana jika aku tidak meminta maaf nyawaku akan melayang.
Akan tetapi saat itu usiaku masih sangat muda dan segalanya terasa seperti mengancam hidupku.
Karena itulah aku memhon sambil berlutut sampai-sampai aku merasa tanganku sudah seperti kaki saja.
Dibandingkan saat ini yang sebenarnya aku juga setengah salah. Penelope sering membuat keributan tidak seperti aku yang dulu.
Entah mungkin karena saking seringnya aku meminta maaf membuatku jadi dengan mudahnya meminta maaf.
'Situasi ini sama-sama menyebalkannya.'
Aku memulai membuka mulut sembari memikirkan masa laluku.
"Benar seperti yang kamu bilang, aku memang tidak tahu diri."
"...Apa?"
"Ini memang salahku yang tidak bisa mengendalikan situasi saat itu, kamu tidak perlu memecatnya. Aku baru saja mau kembali ke kamar setelah memina maaf pada ayah."
Ekspresi Derrick nampak jadi aneh setelah mendengar perkataanku.
Mata birunya yang sedikit terbelalak memancarkan aura yang menyegarkan. Reaksinya persis seperti si Duke.
Aku mulai bicara lagi. Tidak sulit mengulangi kalimat tadi karena sudah saking seringnya aku mengatakannya dulu.
"Mulai sekarang aku akan hidup sesenyap mungkin sampai kamu tidak akan menyadari keberadaanku lagi. Jadi untuk sekali ini saja tolong maafkan aku."
Aku menundukkan kepalaku.
'Apakah ekspresilu masih kurang memelas?'
Aku baru menyadari betapa tidak tulusnya nada bicaraku yang sekarang membuatku mulai merasa khawatir.
Tapi dia tidak akan begitu saja menyayat leher adiknya meskipun gim ini memanglah sangat kejam.
Aku menunggu jawabannya dengan santai, aku yakin situasi saat ini tidak akan semengenaskan saat bersama si Putra Mahkota psikopat.
Aku ingin ini semua segera berakhir dan kembali ke kamarku.
Berdiri seperti sekarang saja sudah membuatku terasa tersiksa.
Kalau dipikir-pikir, tubuhku terasa kurang sehat karena kejadian tadi pagi, dan bahkan setelahnya aku belum makan apa-apa.
Derrick akhirnya bicara setelah 5 menit. Padahal aku sudah ingin cepat-cepat rasanya kembali ke kamar.
"...Kali ini saja."
"..."
"Akan kumaafkan kali ini saja."
Belum sempat aku membalasnya, dia lanjut bicara.
"Tapi jangan lupa, kalau kamu bertingkah seperti itu lagi aku tidak akan memaafkanmu lain kali."
Balasannya terasa lebih menyebalkan dibandingkan balasan si Duke.
Tapi untungnya jawaban Derrick tidak berkaitan dengan menyayat leher dan sejenisnya.
Tapi sekeras apapun aku mencoba, kata terima kasih tidak bisa keluar dari mulutku.
'Ya, ya. Ini demi untuk bertahan hidup."
Aku membungkuk dengan perasaan jijik persis seperti saat dengan si bajingan di hidupku yang sebelumnya.
Setelahnya, aku segera kembali ke kamar.
Lalu tiba-tiba.
"Ah..."
Kepalaku tiba-tiba terasa sangat pusing dan berputar, aku juga mulai merasa mual. Pandangku mulai terasa kabur.
Entah mungkinkarena merasa lega berhasil tetap hidup atau bukan, tapi kakiku terasa sangat lemas.
Aku mulai kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
'Aku pingsan...'
Mukaku hampir menyentuh lantai.
Tak-. Seseorang memegangi pundakku dengan kasar.
"Hei."
Aku tidak jadi terjatuh.
Aku menengok dan melihat mata biru membara tepat di depanku. Derrick menangkapku sebelum aku sempat terjatuh.
"Aku sudah dengar kalau kamu memakan makanan basi."
Aku merasa kesadaranku seketika kembali setelah mendengar suara dinginnya.
Dia bertanya saat aku sedang menatap ke arahnya.
"Apakah harus kupanggilkan dokter?"
Aku yang sempat bingung kini kembali tersadar.
'Dia tahu.'
Dia ternyata tahu kalau ini semua bukanlah salah Penelope.
Dia sudah tahu dan tetap saja menyalahkanku.
'Kalau aku tidak minta maaf, mungkin saja dia akan tanpa ragu membunuhku."
Aku merasa seperti diguyur dengan air es.
"Tidak perlu, tuan muda."
Tak, aku segera menarik tanganku dari genggamannya. Aku melakukan itu karena inting bertahan hidupku tiba-tiba terasa menguat.
Tapi segera setelahnya, aku menyesali perbuatanku tadi. Dia mungkin saja akan kesal karenanya, jadi aku pura-pura tersenyum ke arah Derrick.
"Kan aku sudah bilang sebelumnya, aku akan berusaha sebaik mungkin jadi kamu tidak perlu repot-repot memikirkan saya."
Urusi saja masalahmu sendiri.
"Kalau begitu."
Aku membungkuk dengan sopan sekali lagi dan segera pergi dari sana.
Mungkin orang akan menganggapku aneh karena berjalan dengan sangat cepat di koridor seperti orang yang sedang ketakutan.
Yah tapi ada benarnya juga. Aku takut kalau dia mengeluarkan pedang di pinggangnya itu dan menyayat leherku.
Tapi aku tidak sempat memperhatikan itu karena aku langsung buru-buru naik tangga.
Tatapan Derrick tadi masih terngiang-ngiang di benakku.
***
"...Tuan muda, huh."
Tanpa disangka-sangka Derrick mengulang perkataan Penelope tadi.
Si jalang itu bahkan tidak pernah memanggil Duke ayah, tapi selalu memanggilnya dan Reynold kakak.
Gambaran tentang muka pucat Penelope saat tadi menangkapnya masih terbayang-bayang di kepala Derrick.
Mata birunya berkedip begitu melihat Penelope yang segera pergi.
Tapi dia segera berbalik seolah-olah tidak tertarik dengan hal itu.
[Ketertarikan 5%]
Di atas kepalanya muncul tulisan putih berkilau yang tidak Penope perhatikan sebelumnya.
Penerjemah: Liustar Brown
![]() |
0 Komentar