DEATH IS THE ONLY ENDING FOR THE VILLAIN TERJEMAHAN BAHASA INDONESIA CHAPTER 5

 CHAPTER 5

Death Is The Only Ending For The Villain - Novel Updates

Begitu keluar dari kamar mandi, aku segera mencari kertas dan pulpen.

Karena sekarang aku adalah Penelope, aku harus memikirkan cara untuk bisa bertahan hidup.

Di mode sulit, tidak mudah untuk menaikkan tinkat ketertarikan para karakter pria, dan jika tingkat ketertarikannya jadi minus aku bisa mati seketika.

Terlebih putra kedua si Duke yang memang sedari awal sudah memiliki ketertarikan minus. Jika aku tidak segera berbuat apa-apa, maka nyawaku akan melayang.

Aku perlu mengorganisir pengetahuanku tentang gim ini terlebih dahulu.

Untungnya si lady palsu ini setidaknya diberikan fasilitas yang cukup mumpuni.

Di kamar yang luas ini terdapat sebuah meja dan rak buku yang terlihat mewah.

Aku mendekat kesana dan duduk di sebuah kursi dekat meja mewah itu. Aku mencelupkan ujung penaku ke kotak tinta.

"Pertama-tama para karakternya."

Ada total 5 karakter utama pria di gim ini.

Dua putra si duke, Putra Mahkota, si Penyihir dan si Ksatria.

Di mode sulit tingkat ketertarikan mereka dimulai dari 0% dan bahkan ada yang mulai dari minus, tidak seperti mode normal yang dimulai dari 30%.

Aku menuliskan semua yang dapat aku ingat di selembar kertas kosong.

Yang pertama, Derrick Eckart.

Dia adalah putra sulung si Duke, dengan kata lain dia adalah Tuan Muda dari keluarga Eckart. Derrick mirip seperti bangsawan pada umumnya.

Dia tidak memiliki ketertarikan apapun pada Penelope karena dia terlalu sibuk untuk mempersiapkan dirinya untuk mewarisi gelar Duke.

Tapi nampaknya dia sangat membenci Penelope yang sudah mengambil tempat adik kandungnya.

Derrick hampir tidak pernah membunuh Penelope di dalam gim. Tapi tiap kali Penelope membuat masalah, dia tidak akan segan-segan untuk menghukumnya.

Jika sudah begitu, pemain akan diberi hukuman dan pilihan kalimat yang bisa dipilih akan jadi lebih dibatasi.

Hari ini pun aku tidak bisa keluar dari kamar ini karena sedang menerima hukuman.

Selanjutnya, putra bungsu si Duke, Reynold Eckart.

Tidak ada banyak hal yang bisa diceritakan dari bocah ini.

Pria yang sangat aneh dan tidak bisa diam serta gampang marah, dia memiliki prbadi yang cukup membingungkan karena tiap kali dia dan Penelope berpapasan mereka pasti akan selalu bertengkar.

Karena dia adalah sosok utama yang memperlakukan Penelope dengan semena-mena, jadi tidak heran jika dia berbuat seperti itu itu. Yang membuatku cukup heran adalah semua kematian Penelope yang disebabkan olehnya semuanya merupakan kematian yang aneh.

"Kalau dipikir, kedua putra si Duke ini mirip seperti dua bajingan di rumahku dulu."

Aku mendecakkan lidahku sembari memeriksa kembali informasi yang sudah kutuliskan di kertas.

Mereka berdua merupakan karakter yang paling mudah ditaklukan dalam mode normal.

Itu karena rasa cinta yang mereka miliki adalah rasa cinta pada keluarga dan bukan rasa cinta pada seorang kekasih, karena bagaimanapun juga si karakter utama adalah saudari kandung mereka sendiri.

Dan karena Penelope tidak memiliki hubungan darah dengan mereka berdua, kemungkinan besar ending yang terjadi akan berbeda dengan ending mereka di mode normal.

Tapi tetap saja ini membuatku menggeleng-gelengkan kepala.

Aku mencoret besar-besar nama bereka berdua di kertas.

"Tidak ada harapan. Percuma saja."

Terlebih lagi tingkat ketertarikannya Reynold sudah minus dari awal.

Bukan 0, tapi minus.

Bagimana ceritanya bisa sampai minus coba?

Produser gimnya bernah mengatakan:

Tidak ada harapan, jadi menyerah saja dengan rutenya Reynold.

Dan aku sendiri yang mendengar kata "kakak" saja sudah mau muntah, tanpa pikir panjang langsung menyerah.

"Selanjutnya, si Putra Mahkota."

Callisto Régūlus, sang Putra Mahkota.

Aku cuma mempunya informasi tentangnya dari mode normal.

Sang pangeran yang hidupnya terpuruk karena suatu kejadian di masa kecilnya, bertemu dengan sang karakter utamanya yang bagaikan seorang malaikat yang kemudian mengobati hatinya yang luka, sebelum pada akhirnya menghukum Penelope atas semua kejahatannya.

Mungkin orang lain akan melihat itu sebagai hukuman yang pantas untuk Penelope. Tapi, kalau dilihat dari sudut pandang Penelope sendiri, si Putra Mahkota tidak lain adalah seorang malaikat pencabut nyawa.

Dialah yang paling sering membunuh Penelope di mode sulit.

Tak terhitung sudah berapa kali aku memencet tombol reset sampai-sampai aku lupa jalan cerita utamanya.

"Pria yang satu ini sih haram hukumnya untuk didekati."

Aku teringat ilustrasi saat Callisto berkali-kali menyayat leher Penelope.

Mengingat hal ini membuat bulukku berdiri.

Yang ini tentu saja harus di coret. 

Aku berkali-kali mencoret nama si Putra Mahkota.

Karakter berikutnya adalah Buinter Verdandi. Dia adalah seorang penyihir sekaligus seorang bangsawan berpangkat Marquis.

Dia adalah seorang penyihir yang terkenal, tapi tak banyak yang tahu bahwa dia juga sebenarnya adalah seorang Marquis.

Dia sering bertukar informasi dan benda-benda misterius, dan berkat itulah dia bisa tahu bahwa si karakter utama sebenarnya adalah putri si Duke yang hilang.

Selain itu juga dia mengetahui rencana jahat yang disusun oleh Penelope untuk mencelakai si karakter utama. Dia seringkali memperingatkan si karakter utama dan bahkan sampai mengorbankan dirinya utuk melindungi si karakter utama.

Selain itu dia adalah orang yang paling berperan dalam membantu si karakter utama mendepatkan ketenarannya.

Dia memberikan suatu sihir yang sangat romantis kepada si karakter utama. Dia adalah seorang pria baik yang sering membantu si karakter utama dari balik layar.

Tapi sama seperti Putra Mahkota, aku hannya memiliki informasi tentangnya dari mode normal.

Aku terlalu sibuk mencoba untuk tidak dibunuh oleh Putra Mahkota dan kedua saudara tiri Penelope.

Tapi setidaknya setidaknya dia memiliki peluang lebih baik dibanding tiga pria sebelumnya.

"Yang terakhir adalah Eclipse."

Dia adalah ksatria dari keluarga Duke meski sebenarnya hanyalah seorang rakyat jelata.

Si Duke yang saat itu sedang pergi ke kota pada malam hari kebetulan bertemu dengannya dan melihat kemampuan berpedangnya, si Duke pun lalu membelinya dengan harga yang cukup mahal dan melatihnya menjadi seorang ksatria.

Dan tak lama setelahnya dia berhasil menjadi Master pedang termuda dalam sejarah dan diberikan gelar kebangswanan. Orang-orang menyebutnya "pria muda nan tampan".

Dia adalah karakter yang memiliki peluang paling besar dibanding empat karakter lainnya.

Dia juga satu-satunya yang mengasihani Penelope bahkan sampai akhir hayatnya.

Penelope adalah tuan terakhir yang ia layani, dan karena itulah dia merupakan satu-satunya karakter yang melindungi Penelope saat dianiaya oleh karakter lain.

Meski sebenarnya aku tidak pernah bertemu dengannya di mode sulit...

"Hah...tidak banyak yang bisa kuperbuat kalau seperti ini."

Aku menarik nafas dalam-dalam melihat daftar informasi yang telah kutulis.

Tak banyak informasi yang kuketahui dari mode sulit.

Meski seandainya pun aku punya banyak informasi, tapi aku tidak yakin apakah itu akan membantuku atau tidak. Aku tidak tahu sejauh apa perbedaan saat ini masih sebuah gim dan sekarang.

Tapi yang pasti adalah, kalau tingkat ketertarikan karakternya sampai minus maka aku akan mati dan waktu yang kumiliki saat ini terbatas.

Upacara kedewasaan Penelope.

Setidaknya aku harus bisa menaklukkan salah satu para pria itu sebelum upacara kedewasaan Penelope.

"Kasihan sekali kamu Penelope."

Tepat saat dia menginjak usia dewasa dia kehilangan segalanya setelah kemunculan putri kandung si Duke.

Dan saat itulah cerita di mode normal dimulai.

Kalau sampai saat itu aku belum bisa menaklukan satupun  pria, aku jelas akan mati meskipun nantinya aku tidak bertingkah laku seperti seorang penjahat.

Tentu saja tidak ada jaminan bahwa aku bisa bertahan hidup sampai saat itu.

"...Aku tidak boleh mati."

Aku menggeretakkan gigiku memikirkan bertapa mengenaskannya masa depan yang menantiku.

Benar. Aku tidak boleh mati.

Aku baru saja berhasil kabur dari rumah yang seperti neraka itu. Aku tidak boleh sampai mati di gim ini.

"Bagaimanapun caranya!"

Aku masih ada kelas pagi di kampus.

Aku akan kembali ke tempat asalku.

Aku sudah memutuskankan, bagaimanapun caranya aku harus tetap hidup.

Lalu tiba-tiba. Tok tok.

Aku mendengar ada yang sedang mengetuk pintu, hanya sebanyak dua ketukan saja. Pintunya dibuka dengan kasar sampai-sampai aku tidak sempat menyembunyikan kertas di depanku.

"Lady."

Seorang buttler yang sudah beruban berdiri d balik pintu yang sudah terbuka.

Dia tetap beridiri di posisinya dan berbicara dari luar.

"Yang mulia Duke memanggil anda."

Meski dia tidak bisa membaca apa yang kutulis di atas meja, tapi tetap saja aku merasa kesal dengan tingkah arogannya.


Ada seorang manajer di apartemen yang aku sewa dulu.

Meski si manajer nampaknya tidak suka padaku, tapi dia tidak berlaku sekasar si Buttler yang membuka pintu kamarku tanpa izin.

Padahal, dunia ini sangat menjunjung tinggi sistem kasta.

Aku sedang memikirkan seperti apa aku harus menanggapi perilaku kasar si Buttler ini.

Tapi sebelum aku sempat bertindak, sebuah kotak putih muncul di depanku.

1. (Melemparkan brang) Beraninya kamu membuka pintu tanpa seizinku? Kamu sudah bosan hidup, pak tua?

2. Kalau dia ada perlu, suruh saja dia yang kesini.

3. (Menatapnya selama 5 detik, lalu segera beridiri) Baik.

'Ah'

Aku lupa lagi. Aku tidak bisa berbuat semauku sekarang...

Tapi meski begitu aku tidak mau dipaksa bertingkah seperit yang tertulis di kotak putih ini.

Aku terus menggerutu dalam benakku sembari berpikir pilihan mana yang kiranya harus aku pilih.

Entah aku akan untung atau buntung, aku harus segera membuat pilihan.

Untung saja kali ini si Duke memanggilku.

Aku menyumbunyikan kertas di depanku di laci meja sebelum kemudian berdiri.

Aku pun lalu mengikuti si Buttler yang menuntunku di depan.

Aku hanya mengetahui informasi terkait seluk beluk mansion ini dari ilutrasi di gim, jadi aku memanfaatkan kesempatan ini untuk memeriksa kondisi di dalam mansion.

Mansion ini berukuran sangat besar layaknya kastil Eropa Kuno seperti di film-film.

Kamar Penelope ada di lantai dua.

Mansion ini nampaknya sedang sibuk, aku melihat banyak para pekerja yang berlalu lalang.

Tatapan para pekerja ke arahku tidak selayaknya tatapan seroang pelayan pada tuannya.

Meski begitu aku mengacuhkan tingkah laku mereka itu.

Aku merasa biasa saja dengan tatapan mereka itu karena aku sudah seringkali diperlakukan seperti itu oleh orang-orang di duniaku yang dulu.

Si Buttler menuntunku ke lantai satu lalu berhenti di sebuah pintu yang terlihat megah.

Sepertinya ini adalah ruang kerja si Duke.

Tok tok tok.

"Yang Mulia. Lady sudah tiba."

"Masuk."

Creak--Si Buttler membuka pintu ruang kerja.

Aku dengan gugup melangkahkan kakiku.

Penerjemah: Liustar Brown


Posting Komentar

0 Komentar