OTOME GAME SEKAI WA MOB NI KIBISHII SEKAI DESU BAHASA INDONESIA VOLUME 1-CHAPTER 3

 CHAPTER 3

Chapter 3 Penerimaan murid baru

Aku berhasil menemukan sebuah pulang terapung.

Tidak banyak hal menonojol dari pulau yang kutemukan ini. 

Di pulau ini terdapat sebuah gunung  yang dikelilingi oleh hutan dan di dalamnya mengalir sebuah sungai.

Saat pertama kali menemukan pulau ini, tak banyak hal menarik yang kutemukan. Meski begitu, aku memutuskan untuk membuat pulau ini sebagai wilayah kekuasaanku.

Alasanku memilih pulau ini adalah meski semaju apapun wilayah ini nantinya, cakupan wilayahnya kecil dan hanya akan seukuran wilayah semi-baron saja, tapi yang paling penting adalah karena pulau ini tidak berpenghuni. Karena alasan itulah aku mengakuisisinya.

Bukankah dengan begini aku bisa hidup dengan tenang sampai tua nanti?

Selulusnya dari akademi nanti, aku akan menjadi tuan feudal, lalu memulai hidup yang damai dan tenang tanpa banyak gangguan sembari mengembangkan wilayah kekuasaanku ini.

Nantinya aku bisa meminta para pelayan untuk mengurusi keluargaku, sementara aku bisa bermalasan-malasan menghabiskan waktuku.

Di bagian bawah pulau terdapat sebuah dermaga tempat aku menyembunyikan kapal udaraku, Luxon. 

Aku sekarang sedang menutupi seluruh permukaan Luxon dengan kertas koran yang bertujuan untuk pemodelan pembangunan kapal udara baru.

Yang nanti akan membangun kapal udara baru itu adalah para robot seperti yang kalian lihat di pabrik-pabrik perakitan mobil.

Sebuah bola logam bermata satu mengambang di sampingku.

Ukurannya kurang lebih sebesar bola kasti.

"Kenapa kita harus repot-repot membuat tiruan ini?"

[Ini untuk jaga-jaga. Aku khawatir ibu tirimu tidak akan menyerah begitu saja]

Luxon sebelumnya bilang dia akan menghancurkan diri, tapi begitu dia tahu aku bisa bahasa Jepang, dia memilih untuk mengikutiku.

Ternyata dia orangnya sesederhana itu ya.

"Oh iya, bagaimana dengan kondisi pulau?"

[Ada sumber air panas yang tersembunyi di pulau ini. Jadi memungkinkan untuk membuat pemandian air panas dengan cara memompa air dari situ. Dengan pemandian ini kita bisa mendapat pemasukan dengan cara menarik perhatian para wisatawan.]

"Aku tak tertarik dengan wisatawannya, tapi ide tentang pembuatan pemandian air panas membuatku cukup tertarik."

Orang tuaku terkejut saat aku bilang pada mereka aku akan mulai hidup sendiri di pulau terapungku. Mengembangkan suatu wilayah sebenarnya cukup sederhana, tapi meski sederhana ada cukup banyak pekerjaan yang harus diurus.

Orang tuaku berkali-kali menanyaiku apa aku benar-benar sudah yakin dengan keputusanku itu. Tapi akhirnya mereka mengalah juga dan mengatakan padaku untuk menghubungi mereka kalau-kalau ada masalah, tapi...dengan adanya Luxon bersamaku, mengembangkan wilayah ini akan menjadi mudah.

Luxon memang rekan yang sangat berbakat dan bisa diandalkan.

Dan yang lebih hebatnya lagi, dikarenakan setting aneh dari gim ini yang membuatnya menjadi sebuah item yang membuat para pemain tidak perlu repot-repot "memasok ulang segala macam keperluan". Luxon pun sekarang memiliki kemampuan itu.

Dia tidak bisa menciptakan sesuatu begitu saja, tapi sepertinya dia mampu merubah sebongkah batu menjadi emas.

Dengan kemampuan yang sangat curang ini, aku tidak mengerti bagaimana bisa mereka sampai kalah dari ras manusia baru.

Tapi, setelah mendengar cerita darinya, sepertinya Luxon melakukan booting ketika pangkalan itu hampir hancur. Dia hanya bisa bersiaga sambil menunggu perintah, tapi sepertinya dia bisa aktif dan mengumpulkan informasi jika ada ras manusia baru yang datang kesana.

Dan karena itu jugalah dia bisa mengerti bahasa dunia ini.

Sudahlah, sekarang itu tidak penting lagi.

Dengan bantuan Luxon, sekarang aku bisa hidup mandiri tanpa banyak hambatan dan terhindar dari wanita tua mesum. Sesusah dan seberbahaya apapun proses yang sudah kulalui, tapi pada akhirnya sekarang aku bisa meraih semua ini.

[Kita sudah memulai proses pembangunan perkebunan, dan sekarang kita juga sudah memulai proses pembangunan dermaga. Bagian permukaan diperkirakan akan membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun sebelum bisa ditinggali dengan nyaman.]

Aku tidak bisa begitu saja membiarkan pulai ini terbengkalai. Permukaan tanah pulau ini tidak rata dan tumbuhan yang memenuhi pulau juga terlalu rimbun. Kondisi seperti ini pasti akan membuat siapapun merasa tidak nyaman untuk tinggal.

Mampu membuat pulau ini menjadi nyaman untuk ditinggali juga merupakan salah satu dari kehebatan Luxon.

Dengan harga yang hanya 1000 yen, aku tidak menyangkan dia akan sehebat ini.

Aku merasa sedikit menyesal tidak membeli item lainnya di gim, tapi meski aku hanya punya Luxon saja, ini sudah membuatku merasa sangat puas dan bisa meraih semua ini.

"Aku ada permintaan. Aku merasa sedikit trauma karena petualangan terakhirku. Dan sebagai mob aku bahkan harus berkali-berkali hampir saja mati saat mencoba menemukanmu. Aku hanya ingin hidup damai tanpa banyak masalah."

[Aku akan menghormati keputusan master yang memilih untuk hidup dengan damai dan tidak mencolok dengan sepenuh hati. Tanpa ambisi, dan sedikit egois. Master memang orang yang mengagumkan.]

"Kamu sedang memuji atau mengejekku sih?"

[Mengejek.]

Aku pun menyentil Luxon. Sepertinya bagian tubuh luar Luxon dilapisi oleh material lembut karena aku tidak merasakan sakit sedikitpun saat menyentilnya. Dia kembali mendekat setelah kusentil.

[Oh iya, apakah kamu sudah menyiapkan segala keperluan untuk masuk ke akademi?]

Aku hanya mengangkat pundak sembari menjawab pertanyaan Luxon itu.

"Sudah kok. Aku tidak perlu repot-repot untuk menyiapkan sendiri karena para pedagang yang mengucapkan selamat padaku itu sudah melakukannya untukku. Ayahku saja sampai terkejut melihat mereka yang bersikap sangat ramah kepadaku itu."

[Itu karena berkatmu sekarang perekonomian wilayah ini jadi semakin hidup. Sepertinya baik manusia baru atau lama, para pedagang selalu saja mata duitan ya...]

Aku menggunakan sebagian dari harta yang aku temukan untuk membangun pelabuhan dan mengembangkan wilayah keluargaku.

Sebelumnya aku melunasi semua hutang-hutang keluargaku dulu. Dan sekarang setelah aku menginvestasikan hartaku, wilayah ini menjadi semakin ramai. Perekonomian juga jadi semakin baik, dan karena itulah para pedagang banyak memberikan hadiah kepada keluargaku.

Dan hanya dalam waktu beberapa bulan, wilayah keluargaku sekarang menjadi cukup makmur.

"Meski sekarang aku sudah seperti ini, apakah aku masih perlu masuk akademi?"

[Kamu bukan hanya perlu memperhatikan penampilan luarmu, tapi juga harus meningkatkan kualitasmu dengan cara mengenyam pendidikan di akademi. Ada banyak bangsawan di luar sana yang tidak bisa hidup menyendiri di wilayah mereka seperti master. Karena itulah banyak para bangsawan baik dari kalangan atas maupun bawah yang tidak tahu norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dan karena itulah negara mengumpulkan mereka di satu tempat agar bisa mengedukasi mereka semua. Alasan lainnya juga dikarenakan para bangsawan dengan harga diri tinggi ini ingin menunjukkan kemegahan dari kerajaan itu sendiri dan untuk meredam kemungkinan terjadinya pemberontakan. Meski ini akan merugikan para bangsawan pedesaan, tapi dengan mengirim anak-anak mereka ke akademi di ibukota akan meningkatkan harga diri mereka di mata masyarakat dan membuat anak-anak mereka menjadi lebih terdidik dan haus akan ilmu pengetahuan serta bisa bertemu dengan orang-orang baru. Yah tetap saja akan ada kelebihan dan kekurangannya, tapi dengan masuk ke akademi aku yakin akan memberikan keuntungan yang cukup besar kepada master.]

"...Panjang juga ya."

[Aku yakin alasan lain didirikannya akademi adalah agar para siswa disana menumbuhkan rasa memiliki sehingga akan setia kepada negara. Yang mana kesetian ini akan menguntukan negara itu sendiri. Berdasarkan apa yang master ceritakan padaku tadi, sepertinya di luar sana ada negara-negara benua lain.]

Jika memang benar begitu, apakah akademi dirikan hanya semata-mata demi tujuan itu saja?

Satu-satunya alasan yang masuk akal bagiku kenapa akademi didirikan adalah karena setting dari gim otome ini sendiri. Yah tapi apa yang dikatakan Luxon tadi mungkin saja ada benarnya.

[Aku juga pernah mendengar alasan seseorang masuk ke akademi adalah untuk mencari pasangan. Disana merupakan tempat bersosialisasi untuk para bangsawan muda. Tolong berhati-hatilah, master. Kalau kamu sampai ceroboh, kamu hanya akan dipermalukan oleh para siswa lain.]

Bola sialan ini menganggapku apa sih sebenarnya.

"Seorang mob tidak akan terlibat hal merepotkan seperit itu. Kami bagaikan butir-butir pasir di pantai. Lagipula hidupku tidak akan jadi lebih baik meski aku masuk akademi."

[Mob, katamu? Aku paham dengan apa yang kamu katakan, tapi penilaiamu itu sedikit──]

Aku segera memotong perkataan Luxon.

"Yaah, aku pasti akan menemukan pasangan yang cocok untukku. Daripada pada mengincar putri bangsawan yang mustahl bisa aku dapatkan, aku lebih memilih putri dari keluarga ksatria yang nantinya bisa hidup mandiri dari keluarganya. Yah kurasa seperti itu boleh juga."

Menjalani hidup tanpa banyak pikiran.

Aku tidak akan sebodoh itu untuk mengincar wanita dari kalangan-atas, melihat Zola yang seperti itu saja membuatku rasanya ingin muntah.

Mulai dari sini hidupku mungkin tidak akan jadi lebih baik lagi...tapi meski begitu, kurasa kehidupan yang bahagia sudah menantiku.


       


"...Huh?"

Aku dipanggil ke kamar kerja ayahku, tapi yang menantiku disana adalah suatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.

"Kenapa kamu terkejut begitu? Kamu berhasil menemukan dan menaklukan sebuah dungeon yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya. Selain menemukan item yang hilang, kamu bahkan menemukan pulau terapung baru yang masih belum berpenghuni."

Aku menerima surat yang dikirim dari Istana.

Disana tertulis dikarenakan pencapaianku sebagai seorang petualang aku akan dianugerahkan gelar baron.

Bukannya menjadi ksatria yang independen aku malah sekarang menjadi seorang baron.

"K-Kenapa bisa jadi seperti ini!"

"Ini cuma tebakan ayah saja, tapi sepertinya kamu akan diangkat menjadi kepala keluarga baron setelah lulus dari akademi dan dengan begitu kamu tidak perlu perwalian lagi."

Keluargaku bergelar baron. Keluarga baron hanya bisa menjadi wali dari keluarga ksatria atau keluarga semi-baron, jadi karena Istana sekrang sudah mengangkataku sebagai seorang baron, keluargaku tidak bisa jadi lagi menjadi waliku.

"Wilayahku tidak cukup luas untuk membuatku diangkat menjadi baron!"

"Kamu kira ayah tidak tahu?"

Sepertinya ayahku pun merasa bingung dengan hal ini.

Aku mengira paling-paling wilayahku nantinya akan dikenal dan aku akan diangkat menjadi seorang ksatria atau semi-baron.

"Mungkin ini karena akademi..."

"Mungkin mereka melakukan ini agar kamu bisa menikah dengan keturunan keluarga Baron atau diatasnya."

Sebagian besar bangsawan yang masuk ke akademi adalah para muda-mudi dari keluarga ksatria. Gelar ksatria dan semi-baron sama-sama dianggap sebagai keluarga ksatria, dan yang dianggap bangsawan asli adalah mereka yang berasal dari keluarga baron dan diatasnya.

Ada dua jenis kelas di akademi, kelas untuk para calon penerus keluarga dan sisanya kelas untuk mereka yang bukan penerus.

Siswa yang berasal dari keluarga ksatria akan dimasukkan ke kelas reguler dan para bangsawan asli akan dimasukkan ke kelas lanjutan.

Kakak keduaku juga masuk kelas reguler.

Normalnya, karena putra kedua dan ketiga tidak akan menjadi penerus keluarga, mereka akan dimasukkan ke kelas reguler. Putra kedua dan ketiga dari keluarga kelas atas atau keluarga yang kaya akan dimasukkan ke kelas lanjutan, tapi bangsawan pedasaan tidak punya kemampuan seperti itu, jadi mereka biasanya akan ke kelas reguler.

Akan tetapi, ada pengecualian untuk wanita. Kalau mereka berasal dari keluarga baron dan di atasnya, mereka bisa masuk kelas lanjutan meski entah keluarga mereka kaya atau tidak.

...Karena aku berencana untuk hidup mandiri, aku kira nantinya aku akan dimasukkan ke kelas reguler.

"Aku tidak apa-apa kok dimasukkan ke kelas reguler."

"Mustahil. Kamu akan menjadi seorang calon kepala keluarga. Kamu harus mendapatkan pendidikan yang mumpuni, jadi mau tidak mau kamu harus masuk ke kelas lanjutan."

"Lalu bagaimana dengan istriku nanti?"

"...Tentu saja, calonmu nanti haruslah berasal dari keluarga terhormat."

Saking putus asunya aku sampai terjatuh dengan lutut yang menyentuh lantai.

"Aku tidak mau!!!!!!!"

"Dasar bodoh, berhenti merengek! Tidak semua wanita kelas atas akan seperti Zola. Selain, itu setidaknya pasti akan ada wanita yang akan menerimamu apa adanya nanti di akademi...yaaah mungkin."

Ayahku saja sampai harus repot-repot menambahkan kata mungkin. Dia sendiri pasti tidak yakin dengan perkataannya sendiri, kan?

"Bukannya menikahi wanita dari keluarga baron dan diatasnya itu sama saja dengan masuk ke kandang singa? Aku tidak mau. Aku menolak dengan tegas!"

Ayahku mulai terlihat panik.

"Berhenti menyamakan para wanita kelas atas dengan singa! Kalau sampai ada yang mendengar perkataanmu, pasti urusannya akan jadi berbelit. Lagipula, kakak dan adik perempuanmu kan juga wanita dari keluarga baron. Apakah kamu mau bilang kalo mereka juga singa?"

"Kan sudah aku bilang dari tadi! Mereka itu semua benar-benar busuk! Kalau ayah benar-benar menganggap mereka wanita baik-baik, sepertinya ayah harus ke rumah sakit jiwa untuk memeriksa kewarasan ayah!"

"Teganya kamu berkata seperti itu pada saudara perempuanmu..."

Kalau bisa, aku mau menikahi wanita dari keluarga ksatria saja.

"Aku tidak mau! Aku lebih memilih wanita baik-baik dan lemah lembut. Mustahil aku mau menikahi putri dari keluarga baron atau di atasnya."

Ayahku menutup muka dengan kedua tangannya. Sepertinya dia lumayan setuju dengan perkataanku.

Sebenarnya, meskipun saudari-saudariku adalah bangsawan pedesaan, melihat bagaimana pribadi mereka saja membuatku ingin berkata "Iyuhhhh!!".

Aku tidak mau dekat-dekat dengan mereka setelah dengan santainya mengatakan "Sudah tugas seorang pria untuk mencari uang, kan? Aku nanti mau suami yang tampan. Atau mungkin aku cari budak saja! Hei, Papa~, aku juga mau punya kekasih elf──sebentar-sebentar, aku mau pelayan pribadi saja deh. Pokoknya aku mau budak!"

Sepertinya putri kedua dari keluargaku membeli budak dengan harta yang sudah susah payah aku dapatkan, terus memamerkannya ke teman-temannya agar membuat mereka iri.

Ibuku menjadi panik melihat tingkah laku putrinya yang seperti itu, dan aku, ayah, serta kakakku yang baru kembali dari akademi dengan santai menikmati tontonan itu. 

Entah itu kakak atau adik perempuanku, mereka cuma bisa bikin repot saja.

"Pokoknya, kamu akan tetap masuk ke kelas lanjutan."

Seketika aku merasa rencana yang sudah kususun dengan baik-baik sekarang telah luluh lantah, dan sekarang aku hanya bisa duduk dan memegangi kedua lututku sembari terus menunduk.

Ayah melihatku dengan tatapan terkejut, dan sepertinya ia mencoba untuk menghiburku. 

"Yaaah setidaknya tidak akan buruk-buruk amat kok, Leon. Saat nanti kamu sudah masuk akademi, dan kamu akan bisa berteman dengan putra putri bangsawan dari keluarga terpandang, bahkan mungkin bisa berteman dengan Yang Mulia Putra Mahkota. Kalau kamu bisa membentuk relasi, masa depanmu pastinya akan cerah."

"Tidak akan. Melihat kita saja mereka tidak akan mau. Mereka hanya menganggap kita bangsawan rendahan."

Si pangeran dari gim otome ini suka dengan orang bertampang biasa-biasa, dan mungkin juga tidak suka kalau dikerubungi oleh para bangsawan lain. 

Sesempit itulah pandanganku tentang si pangeran dan target penaklukan yang lain.

"...Aku mengerti, tapi sepertinya ayah belum cukup berterima kasih padamu. Berkatmu, wilayah kita sekarang jadi lebih baik. Dua bulang lagi saja dan kita pasti akan jadi semakin kaya."

Saat ayah meminta maaf padaku sembari menunjukkan wajah yang lesu itu, aku merasa sedih membayangkan masa depan seperti apa yang akan menantiku.

Ibu Kota Kerajaan Holfault terletak tepat di tengah-tengah benua.

Disana sudah terdapat dungeon sejak dulu kala, karenanya disana banyak monster berkeliaran. Akan tetapi meski banyak monster, dungeon itu ibarat menjadi tambang emas bagi negara karena batu iblis yang dihasilkannya.

Hal tersebut menjadi sumber penghasilan utama kerajaan, dan sekaligus merupakan penyebab utama kenapa Kerejaan Holfault menjadi negara sekuat sekarang.

Benua ini sangat luas, dan titik-titik yang memompa air lautan tidak hanya satu atau dua lokasi saja. Banyak sekali titik-titik pompa lainnya yang mana membuat tanah di benua ini jadi sangat subur.

Pulau terapung menarik air laut dan menyebarkannya ke sepenjuru negeri. Aku tidak tahu bagaimana caranya bisa menyaring air lautan yang mengandung banyak garam, tapi karena itu sepertinya juga disebabkan oleh setting malas-malasan dari developer gim, jadi buang-buang waktu saja memikirkan nya.

Benua ini terkenal karena kecantikannya dan keselarasan yang terbangun dengan alam.

Ukuran Ibu Kota Kerajaan sangatlah luas.

Populasi di daerah perkotaannya saja hampir mencapai satu juta penduduk.

Ibu Kota merupakan sebuah kota modern dengan sistem kelistrikan dan gorong-gorong yang tersusun dengan rapi.

Dan di tempat seperti itulah para bangsawan akan bersekolah.

Sebuah pulau terapung kecil yang berada tidak jauh dari wilayah perkotaan Ibu Kota dijadikan sebagai pelabuhan, dan disanalah kapal-kapal udara berlabuh.

Aku sedang berada di kapal udara yang baru saja dibeli oleh keluargaku, kapal ini ukurannya kurang lebih 50 meter.

Kapal udara model terbaru ini memiliki dek di bagian atasnya dan sisa bagian lainnya ditutupi oleh armor. Bentuknya mirip kapal selam.

Kakakku menguap sembari membawa barang bawaannya.

"Senang rasanya bisa tiba disini langsung dari rumah. Kita tidak perlu-perlu pindah kapal seperti pelayaran biasanya."

Sebelum seperti sekarang, kakakku harus berganti-ganti kapal tiap kali dia pulang atau pergi ke akademi.

Putra tertua dan kedua di keluargaku sama-sama kelas 3 Akademi. Kakak perempuan tertua dan kakak perempuan keduaku, "Jenna" berada di kelas 2. Dia adalah seseorang yang selalu mengikuti tren berpakaian terkini di Ibu Kota, rambutnya disemir warna coklat, dan dia juga membeli seorang budak setelah tau sekarang keluarga kami punya banyak uang.

Budak itu adalah seorang demi human dengan perawakan kurus tapi memiliki otot yang cukup terlatih dan sepasang telinga kucing berada di atas kepalanya, dia mengenakan pakaian yang jauh lebih mewah dibanding yang aku kenakan.

"Aku sih lebih suka kapal yang lebih mewah. Aku iri pada teman-temanku yang punya kapal seperti itu, sedangkan aku hanya punya kapal murahan seperti ini."

Aku mau mengnatakan di depan wajahnya kalau ini bukanlah kapalnya, dan juga kalau dia memang tidak suka dia tidak perlu repot-repot naik kapal ini.

Kakak laki-laki keduaku, memalingkan pandangannya melihat dia yang seperti itu, sepertinya dia juga sepemikiran denganku.

"Meski ibu kita orangnya baik dan jujur, kalau melihat gadis satu ini aku jadi ragu apakah dia benar putrinya ibu atau bukan."

Kakak dan aku membawa barang bawaan kami menuju terminal kedatangan yang biasanya digunakan pelayaran udara biasa. Lalu kakak perempuanku bersama dengan budak yang membawakan barang-barangnya berjalan di sebelah kami.

"Sebentar-sebentar, kalian dengar apa yang aku katakakan, bukan? Leon, kalau kamu masih punya uang, cepat berikan padaku. Biaya untuk jalan-jalan kakakkmu ini tidak sedikit."

Aku mengacuhkan anjing menggonggong disampingku itu lalu bicara pada kakak laki-lakiku.

"Kakak, apa mungkin kamu merasa tidak karena hanya aku yang masuk ke kelas lanjutan? Kalau mau, bagaimana kalau aku bilang saja bahwa sebenarnya pencapainku ini sebenarnya adalah pencapaianmu, kak?"

"Aku tidak serendah itu untuk untuk mengambil pencapaian yang memang harusnya milikmu itu, dik. Lagipula aku juga tidak mau masuk ke kelas lanjutan. Kamu juga tahukan, wanita-wanita itu banyak berkeliaran disana."

Kami berdua menengok ke belakang melihat saudari kami yang sedang menggerutu.

"...Berani-beraninya dia membeli budak mahal dengan uangku. Dasar sampah."

Saat aku menggerutu dengan kesalnya, budak saudariku menatap ke arahku.

Seperti telinga kucingnya itu bisa mendengar apa yang aku katakan.

Kakak memegang pundakku.

"Kamu harus menanggung beban dengan masuk kelas lanjutan. Aku turut perihatin."

Masuk ke kelas lanjutan menunjukkan bahwa seseorang memiliki status yang pantas untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan memiliki budak. Karena itulalah para keluarga kaya memerkan kekayaannya dengan membelikan budak-budak kelas atas untuk menemani putri mereka.

Sebaliknya, kalau para laki-laki ditemani oleh para budak wanita, mereka akan dianggap rendahan.

...Dunia ini memang sangat kejam.

Kakak berterima kasih sambil sedikit malu-malu.

"Yaaah, berkat dirimu, sekarang aku bisa fokus belajar tanpa harus kerja sampingan. Dan kalau sekarang aku bisa mendapatkan pasangan, aku akan merasa sangat bersyukur."

"Kalau yang itu, kurasa aku bisa bantu──"

"Aku tidak akan meminta yang aneh-aneh. Whoops, kamu bisa mudah tersesat di terminal ini, jadi alangkah baiknya kalau kamu bisa mengingatnya dengan baik-baik."

Dituntun oleh kakak laki-lakiku, aku pergi menuju terminal untuk pelayaran udara biasa, dan disana aku melihat banyak siswa-siswi sepertiku yang akan ke akademi juga.

Sebagian orang-orang yang menggunakan pelayanan pelabuhan kapal udara berasal dari keluarga ksatria hingga viscount. Sepertinya keluarga earl dan diatasnya menggunakan pelabuhan pribadi yang disiapkan oleh pemerintah kota.

Kalau di duniaku yang dulu, tempat ini mungkin lebih mirip seperti terminal bus atau statsiun kererta api dibandingkan pelabuhan.

Kami harus menunggu sampai pelayaran udara biasa berlabuh.

Lalu tiba-tiba saudari kami  yang sedang ngambek tadi tiba-tiba panik tanpa alasan yang jelas.

Kakak laki-lakiku memegangi jidatnya.

"Ada apa?"

Kakakku menunjuk ke arah kerumuman orang.

"Mereka para bawahan keluarga duke."

Lalu tiba-tiba sejumlah besar orang yang memotong antrean membuat perhatianku teralih.

Saudariku menunjukkan ekspresi jengkel.

"Sepertinya sejumlah besar bangsawan dari keluarga kelas atas akan mendaftar ke akademi tahun ini, dan gerombolan itu sepertinya para bawahannya."

Putri sekaligus penerus dari keluarga duke memanggil para bawahannya yang mana merupakan orang-orang dari keluarga dibawah perwalian keluarganya atau teman-teman sekelasnya. Mereka bertugas untuk melindungi serta membantu segala urusan si putri duke itu.

Di masa depan nanti, para bawahannya itu akan menjadi kaki-tangan dari para bangsawan kelas atas. Meski akademi dikatakan memperlakukan semua siswa sama...tapi kenyataannya jauh dari itu.    

"Ohh begitu...jadi mereka itu para bawahan yang jadi sombong karena boss mereka adalah orang berpengaruh?"

Kakak dan sudariku panik mendengar perkataanku.

"D-Dasar bodoh!"

"Kamu ini bodoh, huh?! Hei, Kamu ini memang sudah tidak punya otak, kah?"

Mereka berdua khawatir karena takut para pengikut bangsawan itu mendengar perkataanku. Lalu mereka terlihat lega setelah melihat para bawahan bangsawan itu pergi.

"Para demi-human yang memiliki pendengaran baik itu mungkin saja bisa mendengar perkataanmu. Kamu harus lebih hati-hati. Kalau sampai kedengaran, masalahnya akan jadi berbelit."

Aku pun meminta maaf setelah mendengar peringatakan kakakku itu.

"Lain kali aku akan lebih hati-hati."

Saudariku terlihat kesal.

...Si anjing satu ini hanya memikirkan dirinya saja batinku.

Lalu, sebuah kapal udara seukuran bus kecil tiba dan berlabuh di pelabuhan.


  


Akademi terletak di Ibu Kota Kerajaan.

Akademi merupakan suatu tempat yang sangat luas yang meski berlokasi di tempat padat penduduk, sehingga baik bangunan-bangunan sekolah maupun asrama para siswanya juga berukuran sangat besar.

Kakakku menuju asrama untuk kelas reguler, sedangkan aku ke asrama untuk kelas lanjutan.

...Aku merasa lesu.

Gedung asrama siswanya jauh lebih besar dibandingkan bayangannku, bagian pintu masuknya saja sudah seperti lobi hotel bintang lima.

Bahkan ada seseorang yang sedang duduk manis di meja resepsionis, para pekerja disini layaknya para pekerja di hotel. Mereka mengenakan seragam, dilatih khusus, dan kerja mereka juga cepat dan rapi.

"Wow, persis seperti di gim."

Ini asrama yang sangat menakjubkan. Itulah kesan pertamaku saat melihatnya. Meskipun yang lain menanggap ini adalah hal yang sudah mereka tunggu-tunggu, tapi bagiku ini tidak lain hanyalah sebuah penjara.

Di dalam gim, bagian dalam asrama diperlihatkan dalam bentuk background.

Aku merasa sangat lesu.

Aku pergi ke meja resepsionis untuk menanyakan kamar yang akan aku tempati nantinya.

"Anda sepertinya adalah Leon Fou Baltfault. Kamar anda ada di sebelah sini."

Staff tersebut menjelaskan lokasi kamarku dengan sebuah denah dan menyerahkan sebuah kunci padaku setelahnya.

"Jangan lupa memperhatikan peraturan yang berlaku di asrama, ya. Kalau anda masih memiliki pertanyaan, silahkan hubungi saja petugas kami."

Melihatnya menjalaskan dengan nada yang tidak bersemangat ini membuatku menyadari sepertinya orang ini tidak niat menjalankan pekerjaannya.

Lalu tiba-tiba, seorang siswa yang mengantri di belakang mendorongku ke samping dan segera bicara kepada si resepsionis.

"Hei, cepat tunjukkan dimana kamarku."

Di sekeliling siswa yang nampak jumawa itu terdapat banyak pengikutnya. Sepertinya dia berasal dari keluarga viscount kaya.

Si staff yang mendengar perkataan siswa tadi hanya mengangguk dalam diam, llau berkata.

"Selamat datang! Akan segera saya tunjukkan kamar anda. Izinkan saya membawa barang bawaan anda."

Perlakuannya pada si siswa itu beda sekali denganku.   

Akademi ini benar-benar sesuatu. Mungkin karena ini adalah dunia gim otome, atau mungkin karena ini lingkungan para bangsawan...Tapi jelas sekali terlihat perbedaan perlakuan disini. Hal ini juga akan dipengaruhi reputasi seseorang di kelas, tapi tingkatan serata pengaruh keluarga mereka memiliki dampak yang jauh lebih besar. Meskipun akademi mengelu-elukan tentang kesetaraan, jelas sekali bahwa ada diskriminasi di akademi ini.

"Aku mau pulang saja."

Aku menuju ke koridor asrama sembari terus mengeluh, dan akupun tiba di kamar yang akan aku tempati selama tiga tahun kedepan.

Aku pun membuka pintu kamar yang ditunjukkan untuk satu orang itu, ukurannya tidak terlalu luas.

Kamarnya sudah dibersihkan, dan barang bawaanku juga sudah diletakkan disana.

Saat aku membuka sebuah kotak dan meletakkannya di kamarku, disana aku melihat ada berbagai benda seperti buku catatan dan buku paket, jadi aku pun meletakkan buku-buku itu d atas meja kamarku.

"Jadi disinilah tempat tinggalku untuk tiga tahun kedepan..."

Aku membalik-balik halaman sebuah buku paket. Buku paket yang membahas tentang sihir terhitung sulit, jadi aku tidak bisa memahami apa yang tertulis di buku itu. 

Ini adalah dunia gim, dan malahan aku harus berurusan dengan hal merepotkan seperti ini. Aku ingin dunia yang setidaknya lebih baik sedikit saja.

[Karena kita sudah sampai, bisa tolong segera keluarkan aku?]

Sebuah suara terdengar dari tas yang aku bawa. Saat aku membukanya, Luxon segera kelar dari tas itu dan memeriksa kondisi kamarku.

"Ah~, maaf. Aku lupa."

[...Memang seperti master banget. Ingatanmu ini memang layak untuk dipuji.]

Aku merapikan barang bawaanku sembari terus mendengarkan sarkas dari si bola besi ini.

[Semua permukaan dari unit utamaku dalam kondisi sempurna. Kapal udara pesiar itu tidak membuatku terkesan sama sekali. Meski aku sedikit terkejut dengan teknologi sihirnya, ini masih bisa dengan mudah ditiru oleh sains...Kedepannya aku akan terus menyelidiki tentang teknologi sihir.]

Dengan kata lain, dia menganggap hal tersebut cukup berharga

"Jadi kamu ini tipe AI yang perkataan dan apa yang dipikirkannya tidak selaras, huh. Kamu ini tsundure?"

[Oh? Apakah kamu sedang mencoba mencari sosok kewanitaan dalam diriku? Sayangnya, aku tidak memiliki kelamin, jadi maaf aku tidak bisa membalas perasaanmu, master.]

Aku tidak boleh sampai membiarkan emosiku terpancing oleh bola sialan ini.

Aku hampir saja ingin menghantamkan bogemku padanya, tapi aku segera mengurungkan niatku dan kembali mrerapikan barang-barangku.

Lalu tiba-tiba, suara ketokan terdengar dari pintu kamarku.



Setelah keluar dari asrama──atau mungkin lebih tepatnya dipaksa keluar oleh kakak kelas, para kakak kelas meminta kami para murid baru untuk berkumpul.

Kami berkumpul di sebuah kedai yang nampak keren yang terletak di luar akademi.

"Eh, aku cukup senang bisa bertemu dengan murid baru yang sederajat denganku."

Yang sedang memberikan kata sambutan merupakan seseorang calon penurus dari sebuah keluarga baron.

Seorang kakak kelas yang tidak kaya-kaya amat dari pedesaan sengaja mengundang para adik kelas yang sederajat dengan mereka ke pesta penyambutan yang mereka adakan sendiri.

Aku berbicara dengan murid baru lainnya di dekatku, Daniel Fou Darland.

Daniel adalah seorang anak berperawakan sehat dengan kulit gelap. Dia nampak seperti pemuda yang cukup bersahabat dengan rambut pendek, cukup tinggi, dan otot-otot yang cukup terlatih.

"K-kenapa mereka membuat pesta penyambutan seperti ini?"

"Eh kamu belum tahu? Orang-orang yang sederajat biasanya akan membentuk suatu kelompok untuk berbincang-bincang tentang masalah mereka sembari bertukar informasi. Seperti tentang pernikahan dan hal penting lainnya, kurang lebih begitu."

Terdengar cukup bagus untuk bisa satu kelompok dengan orang-orang yang sederajat, tapi aku rasa kelompok ini tak lama lagi akan menjadi ricuh kalo tiba-tiba muncul seorang wanita cantik.

Seorang pria berkaca mata yang duduk di seberangku memiringkan kepalanya, "Raymond Fou Arkin," sedang membenarkan posisi kacamatanya sembari memberikan penjelasan.

Tidak seperti Daniel, dia sepertinya orang yang memiliki pribadi yang cukup suka membrontak dan juga nampak pintar dilihat dari kaca mata yang dipakainya itu.

"Bahkan jika nantinya akan muncul pertengkaran karena seorang wanita, kita semua pasti bisa menjadi teman baik, jadi setidaknya kita tidak akan melakukan hal-hal aneh. Kalau sampai terjadi perselisihan, maka kita akan memusyawarahkannya bersama. Yah meski kurasa perselisihan akan jarang terjadi sih."

Penejelasan Raymond selesai bersamaan salam penyambutan dari kakak kelas, lalu pesta pun dimulai.

Sepertinya semua biaya pesta ini ditanggung oleh kakak kelas.

Tahun depan sepertinya kami juga harus mengadakan pesta yang sama.

"Yah karena tahun ini kita juga kedatangan seorang petualang sukses, aku menantikan hal-hal hebat yang akan kalian lakukan. Oh iya, namaku 'Rukul'. Salam kenal, para murid baru hebat."

Rukul sepertinya murid kelas 3.

Dia sudah menemukan pasangannya, dan aku bisa melihat rasa puas terpancar dari matanya. Karena tanggung jawabnya yang tersisa hanyalah kembali pulang dengan selamat.

"Murid baru hebat?"

Saat aku memeringkan kepalaku, Raymond mendecakkan lidahnya.

"Aku lebih suka kalau kamu tidak pura-pura bodoh. Kamu putra ketiga dari keluar baron dan cukup sukses menjadi seorang petualang sebelum kamu masuk kesini, kan? Rumor tentangmu tidak hanya terdengar sampai ibukota, bahkan sampai rumahku juga."

Daniel terlihat kaget.

"Jadi orang yang dirumorkan itu kamu?!"

Aku mengalihkan pandanganku.

"Yah mau bagaimana lagi. Kalau aku tidak bisa dapat cukup uang, maka aku akan dipaksa menikah dengan seorang wanita tua mesum."

Mungkin karena merasa simpati dengan apa yang aku katakan, dia tidak bertanya lebih lanjut lagi. Sepertinya cukup mudah untuk berbicara dengan mereka berdua, mengingat kami semua senasib.

Rukul berbicara tentang akademi dengan semangatnya. Dia juga mendengarkan kekhawatiran Daniel dan Raymond, tapi mereka sepertinya hanya bersemangat bertanya terkait pernikahan dan bukannya pembelajaran di akademi.

Kalau kami para pria belum menikah sampai usia 20 tahun, kami akan dianggap sebagai penghinaan bagi keluarga, jadi kamu harus berusaha sebaik mungkin untuk menemukan pasangan saat berada di akademi.

Aku juga ikut bertanya pada Rukul.

"Oh iya, apa mungkin kakak tertuaku satu kelompok denganmu? Ah, namanya Lutart."

Rukul dan kakak laki-laki keduaku sama-sama kelas 3.

Aku rasa mungkin saja dia mengenalnya, tapi──

"Senior Lutart yang lulus tahun lalu? Dia tidak satu kelompok dengan kami. Dia bilang tidak mau bergaul dengan kalangan bawah."

Lutart...kamu sendirikan padahal kalangan bawah juga.

Rukul menceritakan padaku tentang bagaimana bisa Lutart bisa sekelompok dengan orang-orang kalangan atas.

"Dia satu kelompok dengan dengan anak-anak dari keluarga viscount dan di diatasnya. Meskipun sepertinya dia agak memaksakan diri, tapi mau bagaimana lagi. Apakah kamu dekat dengan kakakmu itu?"

Seketika akupun menggelengkan kepalaku, lalu Rukul pun berkata "Ah, sudah kuduga" sambil meminum jus didepannya.

Lalu Rukul berbicara lagi pada kami.

"Karena upacara penerimaannya masih beberapa hari lagi, akan kutunjukkan seluk beluk ibu kota pada kalian. Jadi jangan berbuat yang macam-macam ya."

Kami bertiga serentak menangguk sembari ternyum pada Rukul yang entah kenapa menunjukkan raut wajah yang serius.

"Oh iya, sepertinya kalian akan seangkatan dengan seorang siswa teladan. Aku dengar-dengar meski dia bukan seorang bangsawan, tapi karena bakat yang dimilikinya dia diiznkan masuk ke akademi."

Raymond menujukkan wajah yang acuh.

Sementara Daniel juga terlihat tidak tertarik sama sekali.

Wajar bagi para bangsawan muda seperti mereka bereaksi seperti ini.

"Siswa teladan? Dia bakal masuk kelar regular, kan?"

Rukul menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Raymond.

"Dia masuk kelas lanjutan. Sebenarnya ini cukup meresahkan juga, terlebih disana juga akan ada Putra Mahkota. Aku juga dengar kalo gadis ini tidak memiliki latar belakang maupun relasi yang kuat, tapi...aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Kalau kalian tahu sesuatu, mungkin bisa cerita."

...Si gadis itu nantinya akan menjadi pusat perhatian seluruh siswa akademi, dialah si karakter utama.

Aku tidak terkejut karena aku sudah tahu dari awal kalau si siswa teladan itu adalah orang biasa, tapi dua orang teman disebelahku nampak sangat terkejut. Mereka sangat terkejut bukan hanya karena dia seorang rakyat biasa, tapi karena ia juga tidak memiliki latar belakang atau relasi apapun.

Aku rasa mereka pasti mengiria bahwa gadis itu setidaknya putri seorang saudagar kaya atau sejenisnya.

Aku pura-pura ikut terkejut.

Kalau salah dia nantinya dia akan menjadi seorang gadis suci, kan? Pokoknya aku tidak boleh membocorkan fakta bahwa sebenernya dia adalah seorang gadis dengan keturunan yang sangat terpandang dan nantinya para bangsawan akan merubah sikap mereka pada gadis biasa itu.

Meskipun aku bilang, pasti tidak akan ada yang percaya padaku, tapi lagipula juga aku tidak ingin melibatkan siapapun dalam permasalahan ini.

Biarlah dia menikmati masa mudanya dengan Putra Mahkota dan target penangkapan yang lain.

Lagipula ini juga akan menguntungkanku.



Hari upacara penerimaan pun tiba.

Aula pertemuannya cukup besar.

Upacara penerimaan ini diadakan di suatu tempat yang mirip sebuah teater besar.

Upacara ini dihadiri oleh banyak siswa. Dan dari kejauhan aku bisa melihat beberapa siswa nampak menguap karena mengantuk.

Aroma parfum para siswi saling menyatu dan menyerbak di sepenjuru aula.

Mau tidak mau aku harus terbiasa menahan aroma yang sangat menyengat ini.

Di antara kerumuman siswa, beridilah didepan mereka semua sang Putra Mahkota "Julian Rafua Holfault" yang memiliki rambut pendek berwarna biru, dia sedang memberikan sambutan selaku perwakilan murid baru.

Si Putra Mahkota berada paling depan dalam garis suksesi mahkota kerajaan, tapi di dalam gim, cuma dia satu-satunya pangeran yang diperlihatkan, jadi sepertinya tidak akan ada yang menghalanginya menjadi seorang raja.

Dia memiliki tampang yang rupawan. Badannya tinggi, ramping, dan terlihat sangat proporsional.

Mata biru tuanya nampak terlihat mencolok dengan kulit putihnya yang terlihat berkilau.

Para siswi disekitarnya nampak bersorak kegirangan.

──para siswa yang lain bagaikan ubur-ubur kalau dibandingkan dengan si Putra Mahkota.

Daniel dan Raymond duduk di sebelahku, sepertinya mereka tidak berani menyuarakan keluhannya. Aku diam-diam mendengarkan pembicaraan mereka.

Lalu tiba-tiba dari belakangku──

"Akhirnya sampai juga. Sudah 10 tahun aku menanti sang pangeran."

Aku menoleh ke arah sumber suara, tapi aku tidak bisa menemukan orang yang tadi bicara. Ada banyak gadis lain yang sedang membicarakan Putra Mahkota, jadi sangat sulit untuk menemukan orang tadi.

Suaranya tidak begitu keras, tapi entah kenapa suara itu saja yang nampak jelas diantara suara kerumunan siswa-siswa ini...Lalu setelah mencari-cari, perhatianku tertuju pada seorang gadis.

Dia memiliki rambut pirang dan mata biru.

Gadis bertubuh pendek dan berambut panjang menawan itu sedang melihat Putra Mahkota dengan mata yang berbinar.

Daripada cantik, mungkin kata imut lebih cocok untuk mendeskripsikannya. Akan tetapi, tatapannya itu membuatku merasa sedikit gelisah. Bukan seperti tatapan gadis lain yang terkesan sangat mendamba-dambakan bisa bersanding dengan Putra Mahkota, tatapannya lebih mirip seperti serigala yang sedang mengincar mangsanya.

Beberapa bagian tubuhnya membuatnya nampak seperti anak-anak. Dia terlihat jauh lebih muda dibanding gadis seumurannya. Tapi dibalik perawakannya yang seperti anak-anak, dia memiliki tatapan yang sangat tajam...membuat komposisi tubuhnya terlihat sedikit aneh.

Daniel melihat ke arahku.

"Astaga, kamu sudah menemukan pasangan? Oh, dia lumayan imut juga, kamu suka gadis yang itu ya?"

Aku dengan santai menggelengkan kepalaku.

"Tidak, malahan mungkin bisa dibilang aku tidak suka padanya."

Aku mengalihkan pandanganku kembali ke Putra Mahkota, tapi entah kenapa firasatku terasa aneh setelah melihat gadis itu.

"Be-begitukah. Padahal dia lumayan imut lho."

Hal pertama yang kurasakan saat melihat gadis itu adalah, marah. Aku tidak tahu kenapa aku sampai merasa marah, tapi melihatnya membuatku kesal.

Bukan berarti aku benci padanya. Ini sesuatu yang lebih kompleks...sudahlah, sepertinya aku tidak akan bisa melihat gadis itu sebagai lawan jenis.

TLN: mungkin kalian akan jadi sedikit bingung mendengar Rukul yang bilang kalau Lutart sudah lulus, padahal di atas dikatakan bahwasanya Lutar kelas 3 sama seperti kakak keduanya Leon. Tapi aku rasa Lutart lulus dalam waktu dua tahun, makanya Rukul bilang dia sudah lulus. Ini cuma dugaanku saja sih


Posting Komentar

0 Komentar